KumPus

AD-DLO'IFY COMENT
Ad-Dlo’ify Bukanlah Siapa-Siapa..
Dia Hanya Seorang Yang Ingin Mencoba..
So, Selebihnya Terserahlah..
…………………………………………………………..

WARNIG…!
“Saya tidak memberikan idzin kepada siapa saja untuk menggunakan sepatah-duapatah kata yang ada disini untuk sesuatu yang tidak islami. Saya sudah terlalu banyak dosa, jadi tolong jangan ditambah lagi dengan sebab sepatah-duapatah kata disini”.
……………………………………………………………………………………



SEBELUM LOVE IS CINTA

“Konyol”, jika wanita begitu bangga karena jadi rebutan banyak pria, begitu juga pria.
“Bodoh”, jika pria rapuh karena gagal dapatkan wanita yang jadi rebutan banyak pria, begitu juga wanita.
“Konyol dan bodoh”, jika remaja yang katanya (ngakunya) generasi penerus ternyata diotaknya hanya sesak dengan masalah cinta, cinta dan cinta.

Tanyakan...!
Sebesar apakah pengorbanan seorang kekasih hingga orang tua terabaikan?
Sekuat apakah cinta seorang kekasih hingga retakkan persaudaraan?
Setulus apakah sayang seorang kekasih hingga hancurkan persahabatan?

Tanyakan...!
Sepenting apakah cinta hingga tak pedulikan pendidikan?
Semulia apakah cinta hingga kesampingkan moral dan kehormatan?
Sebegitu berartikah cinta hingga korbankan masa depan?

Tanyakan...!
Sepantas itukah kekasih hingga harus teteskan air mata tanpa arti?
Seharus itukah cinta hingga harus buang banyak waktu tanpa arti?
Dan, seperti itukah cinta dan kekasih hingga kita seperti tak lagi mengenal diri sendiri, kehilangan jati diri?

Tanyakan...!
Apalah artinya cinta dan kekasih, bila keduanya tak dapat memberikan yang benar-benar berarti apalagi cuma ilusi?

“Maaf, ini bukan UMPATAN orang PICIK yang telah terluka karena CINTA, juga bukan OCEHAN orang CIUT yang putus asa karena GAK LAKU-LAKU dan HAMPIR KEHABISAN ENERGI untuk dapatkan SI DIA. Tapi ini hanya ungkapan “Kata Orang Merasa Perihatin Lingkungan (KomPlin) sekilas DUNIA CINTA PARA REMAJA”.
THE CLAS SEVEN
Curhat Nih Yee…


LOVE IS CINTA

Ngomong-ngomong masalah cinta, mungkin akulah orang yang tidak sulit dicari duanya, sebab memang aku belum pernah merasakan sejatinya cinta.
Saat membicarakan soal cinta, seringkali aku merasa bosan ditengah jalan, karena kadang aku pikir bahasannya itu-itu saja, berkisar pada ketulusan, kesetiaan dan pengorbanan, cuma seputar tentang suka-duka. Pernah aku ungkapkan pada mereka tentang kebosananku terhadap masalah ini, tapi mereka malah bilang justru inilah yang membuat cinta punya nilai lebih hingga selalu asik untuk dibicarakan.

Tulus, setia dan pengorbanan, suka dan duka, bukankah setiap “apa-apa” juga menyimpan hal ini. Belajar juga butuh setia, ketulusan dan pengorbanan, juga ada suka-dukanya. Bekerja, beribadah dan yang lainnya aku rasa juga begitu, sama! Tapi kenapa jarang hangat diperbincangkan?

Satu lagi yang tidak aku mengerti, dalam masalah cinta kenapa kebanyakan (hampir semua) orang lebih senang mendengar, cerita kalau perlu mengarang kisah-kisah yang lebih banyak duka-lukanya, padahal duka-luka adalah hal yang ditakuti banyak orang, karena rasanya menyakitkan, katanya…

Kadang saat menulis puisi temanku sering meminta agar aku merangkai kata-kata yang alurnya sedih dan mengharukan, katanya sih agar lebih menyentuh. Aku berpikir bukankah itu akan terkesan merengek-rengek, mengemis? Tapi mangapa mereka suka ya…? Padahal dalam masalah lainnya mereka meminta agar aku bergaya tegar, berperinsip dan tidak cengeng, tapi pas giliran urusan cinta kenapa justru malah nada cengeng dan derama derita dan sengsara yang disuka? Bukankah kalau begini nantinya akan mendatangkan kesan serta anggapan kalua cinta itu begitu sulit, begitu rumit, banyak duri dan berliku-liku sekaligus banyak memakan korban, sedangkan sepertinya cinta itu gampang sekali, cukup dengan perasaan sudah cukup, kecuali jika cinta itu dibuat-buat aatau terpaksa dihadirkan. Iya kan?

Ach… Mulai deh bosan aku ngomongin cinta (cie…Mau kemana situnya Din...!). Sekali-kali membicarakan yang lainnya kenapa? Yang sedikit lebih penting gitu, atau kalau tidak, membicarakan apalah gitu..! Politik, teroris, bom, hukum, pendidikan, kopi, rokok, camilan, sabun, air mandi, bunga, mangga, kelapa, istri, suami, ular, burung, langit, tanah, pohon, rumput, awan, mendung, hujan, panas, hutang juga tidak apa-apa, asal tidak menggunjing orang sebelah dan istri tetangga, biar tidak pancet-pancet terus gitu. Tapi bisa asik tidak ya…?

LOVE is CINTA. Bener, sampai saat ini aku belum bisa mendefinisikannya. Banyak memang orang yang sudah mengartikannya. Katanya cinta itu ini-itu, cinta itu begini-begitu. Tapi justru malah ini yang jadi masalah diotakku, karena kadang pengakuan dan sikap mereka tentang cinta tidak sesuai dengan definisi yang mereka berikan (alias realitanya mana?). Aku tidak tahu apa definisinya yang kurang pas atau karena saking banyaknya yang mengada-ada serta asal-asalan mengatas namakan cinta, atau karena cinta memang tidak bisa (tidak perlu) untuk diartikan, sebab cinta adalah rasa dan yang mengerti ya cuma perasaan itu sendiri.
Kata orang cinta itu indah, tapi kenyataannya kenapa mereka yang ngakunya punya cinta malah ada yang mati gantung diri? Dan itu katanya dikarenakan oleh cinta. Ada yang berkata cinta itu banyak duri, tapi kenapa juga malah ada dari mereka yang lupa akan selain yang dicintanya? Malah sampai tidak tahu panas, dinging, cacian dan hujatan, itu juga katanya karena cinta yang dimilikinya, semuanya tidak terasa sebab ia sedang bersenang-senang dengan cintanya, rasanya.

Sudahlah teman… Jangan cuma mikirin dan bahas cinta terus (eh, tapi kok malah asik nulis soal cinta ya..?) Kita itu remaja yang menjadi harapan untuk masa depan alias yang akan menggantikan mereka-mereka yang sekarang menjadi “kepala”. Lah apa iya masa depan kita nanti akan kita bangun cukup dengan cinta seperti apa yang dikata “Laskar Cinta”? Apa iya agama, keluarga, Negara, istri, suami dan anak-cucu kita nanti cukup kita kasih cinta? Cinta itu penting kawan…! Tidak punya cinta manusia tidak akan normal, tapi yang penting itu banyak woy..! Bukan cuma cinta. Terus kapan untuk yang lainnya kalau mulai sekarang kita-kita cuma mikir dan selalu repot dengan cinta. Yang di SD, SMP, SMA, KAMPUS dan PONDOKAN sekalipun sibuk oleh cinta, lalu PENDIDIKAN-nya kapan? Yang di KURSI JABATAN juga, terus MENATA NEGARANYA kapan? Yang ber-KELUARGA tidak jauh beda, nah CARI MAKAN-nya kapan? Yang PENULIS apalagi, lah SYIAR-nya kapan? Sudahlah… CINTA-nya cukup dimiliki, dirasa dan dijalani saja, tidak usah dipikir dan dibicarakan terus-menerus segitunya, lama-lama ennek juga yang ngedegernya, dan lagian alurnya tidak jauh-jauh beda, paling-paling kalau tidak kisah CINTA YANG PUTUS DITENGAH JALAN, CINTA TIDAK KESAMPAIAN, CINTA YANG TERPENDAM, KEKASIHNYA MATI, PENGORBANAN SEORANG KEKASIH, ya… KISAH KEKASIHNYA DIJODOHIN DAN JADI MILIK ORANG LAIN, cuma itu-itu saja sudah, jarang ada yang agak beda apalagi yang tidak sama.

Cobalah teman… Katanya kita-kita sekarang ini adalah generasi penerus. Nah kalau dikit-dikit cinta, dikit-dikit cinta dan semuanya serba diujung-ujungin cinta, surat cinta, tasbih cinta, naungan cinta, kaligrafi cinta, majalah cinta, kopyah cinta, mukena cinta, kerudung cinta, siwak cinta, jendela cinta, depot cinta, syair cinta, ayat cinta, suster cinta, dokter cinta, rumah sakit cinta, ustadz cinta, dukun cinta, pondok cinta, bisa-bisa Negeri ini jadi REPUBLIK CINTA beneran. Presidennya cinta, UU-nya cinta, rakyatnya cinta, sekalian aja mata uangnya cinta, hancur…deh hancur…!!! Pilih-pilih donk…! Jangan asal-asalan. Asal suka ngakunya cinta, masih ditambah suci-murni lagi, udah gitu katanya keluar dari lubuk hati yang paling dalam. Cieeeeeeeeee… Hatinya hancur beneran baru tau rasa.

Sudahlah kawan… Jangan itu-itu terus topiknya, masih banyak yang lebih penting, soal cintanya istirahat dulu diterusin kapan-kapan. Jalan didepan kita masih panjang, masa depan kita masih menunggu usaha-upaya kita saat ini, jangan sampai semuanya terlupakan cuma karena cinta yang tidak akan berubah walau dibahas seperti apa, mumpung semuanya belum telat, agar mungkin tidak ada sesal di hari mendatang. Dan…, kalau ditanya apakah ad-Dlo’ify punya cinta? Jawabnya: “Aku punya dan akulah seorang pecinta” Ya… Pecinta yang mungkin hampir mulai mengerti cinta. Begitulah kira-kira…

AD-DLO'IFY TERPEKUR

Ad-Dlo’ify Bukanlah Siapa-Siapa..
Dia Hanya Seorang Yang Ingin Mencoba..
So, Selebihnya Terserahlah..
…………………………………………………………..

WARNIG…!
“Saya tidak memberikan idzin kepada siapa saja untuk menggunakan sepatah-duapatah kata yang ada disini untuk sesuatu yang tidak islami. Saya sudah terlalu banyak dosa, jadi tolong jangan ditambah lagi dengan sebab sepatah-duapatah kata disini”.
……………………………………………………………………………………



LEWAT SYAIR
Andai tak seorangpun yang ingin menghiburku
Maka biarkan ku menghibur diri dengan syairku
Bila raut wajah kebiadaban hanya terus disembunyikan
Maka izinkan syairku tuk coba melukiskan
Jika aku adalah seorang yang selalu melakukan kebejatan
Tolong..! Jangan halangi syairku tuk berbuat kebajikan

Wahai syairku...
Ku tak mau kau seperti aku
Katakan pada mereka, sebagian naluriku ada padamu

Jika diriku penuh dengan kemunafikan
Cobalah dengarkan syairku yang berisi kajujuran
Dan, sendainya pun tak ada padaku jua syairku suatu kebenaran
Mungkin cukup jadikan syairku hanya sebuah bacaan



PADAMU TANAH
Padamu tanah aku ucapkan maaf
Karena telah begitu lama aku injakkan kaki kotorku
Begitu lama aku jamah kesucianmu dengan tangan jahilku
Begitu lama aku bisingkan engkau dengan katapkata dusta dan teriakan-teriakan angkuhku
Begitu lama kau pikiul aku hanya sekedar untuk tertawa-tawa dan bersuka-ria nafsuku
Berkali-kali aku cum egkau dengan hidung dan kening buramku
Dan akhirnya engkau pun harus menyimpan bangkai dan tulang-belulang busukku

Padahal di atasmulah dulu Adam menginjakan kakinya demi sebuah ampunan
Di atasnulah dulu siti Hajar mengaiskan tangan lembutnya demi seteguk air putranya
Di atasmulah dulu Nuh ratusan tahun bersimpuh dan serukan keesaan-Nya
Di atasmulah dulu Abu Bakar,Umar, Utsman dan Ali berkorban demi tegaknya agama-Nya
Di atasmulah dulu Muhammad dan para shohabah ciumka keningnya demi suatu pengabdian
Dan padamulah dulu para ambiya’, syuhada’, auliya’ dan ulama’ dismayamkan

Padamu tanah aku ucapkan maaf..
Namun padamu tanah aku juga menaruh setitik harapan
Mohon saksikanlah..
Bahwa aku juga pernah mencoba untuk melangka seperti mereka
Bahwa aku pernah bertakbir, berdzikir seperti mereka
Dan bahwa aku pernah mencoba jatuhkan keningku untuk suatu pengakuan dan pengabdian seperti mereka

Mohon saksikanlah..
Walau semuanya hanya dengan suara dan gerakan-gerakan kosong
Saksikanlah.. Agar mungkin aku nanti juga bisa bersama mereka



MUNAJAT
Maafkan aku Tuhan...
Andai aku bersuara dalam kebisuan
Andai aku diam sedang dihatiku masih terlantun sejuta kata

Maafkan aku Tuhan...
Jika aku berpaling saat jasadku menghadap-Mu
Jika aku meminta pada mereka setelah aku mengadu pada-Mu

Maafkan aku Tuhan...
Bila yang ada hanya ragaku saat aku menyembah
Bila yang ada hanya putaran-putaran tasbih saat aku memuji

Maafkan aku Tuhan...
Jikalau ilmu yang Kau berikan hanya ku jadikan hiasan
Jikalau rizki-Mu hanya ku jadikan kesombongan

Maafkan aku Tuhan...
Saat aku merasa resah dan gelisah,
Sedang aku tahu Kau telah mengatur segalanya
Saat aku merasa diriku sendiri
Sedang aku tahu Kau ada

Maafkan aku Tuhan...
Andai karunia-Mu tak ku rasakan saat aku bersuka
Andai ku tanyakan kasih sayang-Mu saat aku berduka

Maafkan aku Tuhan...
Andai janji-janji-Mu kuragukan sedang aku membenarkan
Andai kesucian tetap aku rasakan dengan dosa selautan

Maafkan aku Tuhan...
Andai terbersit Kau pilih kasih saat ada yang tak ku miliki
Andai terlintas Kau egois saat keadaan tak seperti yang ku kehendaki

Maafkan aku Tuhan...
Saat ku tahu aku bersalah namun ku terus terlena
Saat ku tahu aku hamba sahaya namun ku tak tundukkan kepala

Maafkan aku Tuhan...
Aku tahu kata maafku ini tak cukup tuk menghapus semua,
Karena ku harus berubah



ENTAH ATAS DASAR APA
Entah atas dasar apa mereka berkata Engkau tidak esa
Sedang mereka mengaku hamba sahaya-Mu
Lalu hamba siapa mereka?

Entah atas dasar apa mereka berkata Engkau tak abadi
Sedang mereka percaya mati mereka ditangan-Mu
Lalu mati-Mu ditangan siapa?

Entah atas dasar apa mereka berkata Engkau beranak
Sedang yang mereka anggap anak-Mu menyembah-Mu
Lalu anak mana yang mereka kata anak-Mu?

Entah atas dasar apa mereka berkata Engkau dilahirkan
Sedang mereka bersaksi Engkaulah Tuhan
Lalu mengapa mereka menyembah-Mu, bukan yang melahirkan-Mu?

Entah atas dasar apa mereka berkata ada yang serupa dengan-Mu
Sedang mereka bertanya-tanya tentang-Mu
Lalu siapakah yang serupa dengan-Mu?

Entah atas dasar apa…
Karena sesungguhnya Engkau tak seperti itu



"ALLAHUMMA SHALLI ALA MUHAMMAD"

"Allahumma shalli ala Muhammad"
Ku kirim rangkaian kata-kata ini lewat penaku
Dari kertas putih yang terhapus dari bercak
Dari aksara-aksara yang kini penuh makna

"Allahumma shalli ala Muhammad ya Nabiallah"
Ku kirim rangkaian kata-kata ini lewat penaku
Dari bumi yang dulu panas terbakar
Dari langit yang dulu senyumnya pernah pudar

"Allahumma shalli ala Muhammad ya Rasulallah"
Ku kirim rangkaian kata-kata ini lewat penaku
Dari sahabah dan syuhada' yang dapatkan jaminan
Dari shalihin dan alimin yang dapatkan kemulyaan

"Allahumma shalli ala Muhammad ya Habiballah"
Ku kirim rangkaian kata-kata ini lewat penaku
Dari ibu-bapak dan embahku yang ikut rasakan iman
Dari aku dan semua muslimin yang dapatkan warisan



SEJATI
Jika ingat akan-Mu aku menangis
Ketika lupa akan-Mu diriku menjerit
Karena Kau selalu ingat aku
Sebab Kau tak pernah lupakan aku

Tetapi aku sering ingat mereka..!
Padahal mereka tak hiraukan aku
Aku puja mereka..!
Sedang aku kerap terhina karenanya
Mengapa..?

Cinta-Mu melebihi luasnya samudera
Tak seperti cinta mereka
Kasih sayang-Mu mengiri perjalananku
Tak seperti kasih sayang mereka itu
Tapi apa yang telah ku lakukan..?
Apa yang telah ku persembahkan..?

Tak ada..!
Yang ku lakukan karena-Mu itu untukku
Yang kulakukan demi-Mu juga buatku



TAK PANTAS KU TAGIH SURGA-MU
Tak pantas ku tagih surga-Mu
Saat seteguk air ku lepaskan dahaga saudaraku
Karena mata airnya milik-Mu

Tak pantas ku tagih surga-Mu
Saat langkah-langkahku di jalan-Mu
Karena kedua telapak kakinya milik-Mu

Tak pantas ku tagih surga-Mu
Saat peluh terkucur untuk ayat-ayat-Mu
Kaerena tubuhnya milik-Mu

Tak pantas ku tagih surga-Mu
Saat dzikir-dzikir bisikkan keagungan-Mu
Karena mulutnya milik-Mu

Tak pantas ku tagih surga-Mu
Saat sembah-sujudku kepada-Mu
Karena keningnya milik-Mu

Tak pantas ku tagih surga-Mu
Saat rindu dan cintaku hanya pada-Mu
Karena hatinya milik-Mu

Tak pantas ku tagih surga-Mu
Saat darahku mengalir melawan musuh-Mu
Karena darahnya milik-Mu

Tak pantas ku tagih surga-Mu
Saat nafas terakhir terhebus demi kalimat-Mu
Karena nyawanya milik-Mu

Tak pantas ku tagih surga-Mu
Karena aku dan surga-Mu milik-Mu



KARENA AKU HAMBA-MU
Wahai Tuhan...
Kau suruh aku saksikan ketuhanan-Mu
Namun penyaksianku tak merubah ketuhanan-Mu
Tak lain karena aku hamba-Mu

Wahai yang maha esa...
Kau suruh aku akui keesaan-Mu
Namun bukan pengakuanku yang mengesakan-Mu
Tak lain karena aku hamba-Mu

Wahai yang maha agung...
Kau suruh aku mengagungkan-Mu
Namun penghormatanku tak menambah keagungan-Mu
Tak lain karena aku hamba-Mu

Wahai yang maha kuasa...
Kau suruh aku mentaati-Mu
Namun sembah-sujudku tak menambah kekuasaan-Mu
Tak lain karena aku hamba-Mu

Wahai yang maha berkehendak...
Kau suruh aku mengadu pada-Mu
Namun pengaduanku tak merubah kehendak-Mu
Tak lain karena aku hamba-Mu

Wahai yang maha sempurna...
Kau suruh dan suruh aku
Namun sesungguhnya tak ada yang kurang pada-Mu
Tak lain karena aku hamba-Mu



CINTA MATI
Disetiap tatap mataku kulihat kamu
Langkah kakimu karenamu
Bila aku mendengar ku tak mau mendengar selain tentangmu
Sampai denyut nadipun melafadzkan namamu
Aku jatuh cinta padamu
Kau pujaan hati, ku ingin kasih sayangmu

Walau seluruh alam ku telusuri...
Tak kan ku temukan pujaan sepertimu
Tak banyak yang cinta padamu
Karena mereka tak pernah melihatmu, memikirkanmu
Tapi sungguh, ku tergila-gila padamu
Karena memang setiap hidupku dan jua mereka pasti karenamu
Ku tak mau sedikitpun ku lupa padamu sebab mereka
Sebab air mataku kan jadi telaga

Bukan aku tak peduli mereka tapi hatiku takut mendua
Hatiku tak ingin berisikan nama selain namamu
Andai melompat ke jurang curam tuk dapatkan cintamu, ku kan melompat

Ini bukan permainan lidah
Meski kata mereka tak ada cinta mati
Biarlah mereka berkata apa tentangku
Biarlah mereka mencemooh kagilaanku
Karena mungkin mereka lebih gila dariku
Aku kan terus mencintaimu
Hingga aku dapat selalu bersama cintamu



IBU DAN BISMILLAHKU
Sembilan bulan kau jaga aku
Akupun terlahir...
Kau kembangkan senyum terindahmu
Kau buai..., Kau ayun...
Kau timang..., Kau cium keningku
Setelah bisikkan adzan dan iqamat ditelingaku

Aku tak tahu mengapa kau begitu berbunga
Padahal aku hanya seorang bayi mungil
Bayi yang bising dengan oek.., oek..
Bayi yang buatmu tak nyenyak dengan oek.., oek..
Bayi yang buatmu sedih dengan oek.., oek..
Bayi yang juga buatmu senang dengan oek.., oek..
Yah.., bayi yang hanya tahu oek.., oek..

Saat aku mulai beranjak…
Kau ajari aku Alif, Ba', Ta'
Kau ajari aku A, I, U, Ba, Bi, Bu
Kau ajari aku bismillah

Ku lihat senyummu tak berubah
Kau suruh aku mencari terusan bismillah-ku
Meski kau harus jemur kepala
Walau kering keriput diwajah
Atau harus korbankan petak sawah

Ibu...
Bapak...
Kini aku mengerti
Mengapa kau tukar petak sawahmu dengan alif dan bismillah-ku
Kau ingin aku jadi ladang sepanjang masamu
Biar esok engkau, embah dan saudaraku dapat nikmati panenku
" Waladun Shalihun Yad'u Lahu "



DOAKU
Purnama kau harapkan bersamaku
Tak ingin terlihat sinar suram
Karena aku kan berlayar…

Malam kian larut
Kau tak jua pejamkan mata
Siang terik mentari
Kau tak jua berteduh sejenak
Aku dan aku yang ada padamu
Pandanganmu aku
Mimpimu aku
Anganmu jua aku

Ya Rabb..
Jika aku harapannya
Kabulkanlah…
Bila aku mimpinya
Jangan bangunkan ia
Dan andai aku angannya
Mohon.. Jadikan kenyataan
Ya Rabb.., amin..



ANDAI INI DOA
Tangisku membuatmu tersenyum
Diamku buat gelisah hatimu
Walau pedih-perih kau lakukan demi aku
Malam tak tak nyenyak karenaku
Siang lelah untuk aku
Tiap raut wajahku raut wajahmu
Menjijikkan tak berarti bagimu
Kini aku dapat berjalan dengan kedua telapak kakiku
Namun tongkatmu tetap kau berikan padaku
Meski malam dapat ku nikmati dengan sinar rembulan
Tetap saja kau berikan pelita untukku
Saat ini aku ingin hatimu tersenyum bersahaja
Ku ingin wajahmu berseri tanpa setitik resah
Ku ingin bawamu terbang ke langit biru
Bersama mereka yang jua tersenyum
Tuhan...
Ku tak ingin ia rugi miliki aku
Andai air mata mampu bahagiakannya, aku patut menangis
Meski air mataku membeku tak mau menetes
Dan, tinggallah untaian-untaian doa
Karena secuil ku tak punya apa-apa
Tuhan...
Andai doa dapat dituang lewat oretan tinta hitam
Hambamu berharap ini kan menjadi sebuah doa



MAAFKU
Malam ini dunia jadi saksi cerita
Malam ini bibir-bibir tersenyum bahagia
Walau aku disini, tak berada disisinya

Maafku ...
Yang kuresahkan bukan kenikmatan
Maafku yang hanya terucapkan
Andai aku seperti mereka disana
Mungkin ku tak kan terdup, tak bimembisu merana

Kini takbir, tahlil dan tahmid terus menggema
Sirami kering dan gersangnya hati yang tersembunyi
Tak kuasa air mata pun jatuh iringi luluhnya hati

Maafku ...
Mestinya ...
Mestinya esok kuhaturkan maafku dibawah telapak kakimu
Bukan maaf yang kukirim lewat merpati itu
Ya ..Rabb, bukan aku mengabaikan
Hamba-Mu hanya berjalan bersama keadaan



TERIMA KASIH UNTUKMU
Sebelum ada sesuatu yang terungkap
Sebelum ada sesuatu yang terucap
"Terima kasihku untukmu…"

Saat jemari mengukir tinta
Saat mulut membaca kata
Tirai hati terbuka mengenang akan masa
Terkadang butiran air mata jatuh karenamu
Mutiara telah kau berikan padaku
Walau aku bukan apamu

"Terima kasih", tulus murni..
Hingga terima kasihpun tak kau harapkan
Senyummu selalu iringi cerahnya mentariku dipagi hari
Perasaan kau korbankan walau terkadang ku menabur duri
Kesalmu tak kau hiraukan karena tak ingin rembulanku tertutup awan hitam

"Terima kasih", belas asih..
Hingga kini kau tak pernah berhenti
Bibirmu selalu basah bergetar untukku dimalam sunyi-sepi
Sedang aku lelap dalam mimpi-mimpi

"Terima kasih"
Hanya kata ini yang dapat ku persembahkan lewat getar kalbuku untukmu
Karena aku hanya punya yang akan jadi santapan cacing tanah

Setelah semua terungkap
Setelah semua terucap
"Mohon maafku kepadamu"



Sejenak
Sejenak malam, sejenak siang
Sejenak muda, sejenak tua
Mengapa mereka bersedih
Patutkah mereka bersuka hati
Semua impian hanya penuh sejenak
Sejenak dan sejenak terus berganti
Apakah misteri dibalik sejenak?
Sungguh akupun sejenak
Merekapun jua sejenak
Tapi mengapa mereka berkorban demi sejenak
Apakah sejenak masih berarti
Jika sejenak cuma memiliki yang sejenak
Oh.. sejenak
Sungguh sejenakpun aku tak pernah tahu



DUNIA, OH.. MIMPI
Dunia
Kehidupannya
Kesenangannya
Kesengsaraannya
Isinya
Apa sebenarnya dibalik semua itu?

Kalau dunia hanyalah bayang semu
Hanya berisi mimpi-mimpi
Bukankah semua itu hanya ilusi?
Berisi kisah perjalanan tidur sejenak
Berakhir jikala bangun tersentak

Mimpi, oh.. dunia
Apalah arti semua tragedi mimpi
Sedang bangun adalah kenyataan
Berisi dua tempat haqiqi
Satu jembatan meniti

Dunia, oh.. mimpi
Adakah yang sadar rela akan dan demi mimpi
Hanya sediakan suatu yang tak pasti, pun misteri



RODA
Bahagia sekejap
Hilangkan gundah gulana
Ia pun lenyap
Hadirkan resah dan gelisah
Tawaku pergi bersama tangis
Piluku tiada dalam senyuman
Berputar...
Dan semua sesuatu turut berputar

Aku ingin bahagia maka aku sengsara
Ku tak ingin berduka maka aku menderita
Tangis, tawa, suka dan duka milikku
Karena aku berputar bersama hidupku



HANYA CERITA
Saat semua terucap...
Berakhir semua cerita
Cerita kisah aku dan jua mereka
Nanti, semua kan jadi nyata
Tinggal kisah dan kisah
Yang akan terus bersama

Pergilah..!
Berjalanlah..!
Biar semua berjalan
Aku tak mau kebohongan
Ego atau hatikah yang telah terungkap?
Bila nanti ditemukan sebuah jawaban
Sesal, senyum yang kan bersama
Dengan hati tak berkata

Aku akan tetap disini
Mencari suatu kepastian
Karena semua hanyalah cerita



KAN NYATA
Dimana aku harus berdiri
Mengajak kaki melangkah di jalan tak berduri

Kapan aku kan terjaga
Menatap bukan dalam mimpi

Aku tahu detak lonceng pasti kan berhenti
Menyingkap tabir fatamorgana
Membuat penyesalan impian-impian maya

Dan, semua kan jadi nyata
Bukan hayalan
Buakan angan
Bukan bayang-bayang
Jua bukan bisik semilir angin malam



KOREKSI
Aku ingin coba untaikan persaan
Coba dengarkan...

Mengapa mesti katakana "nanti"
Jika sedang disaat ini
Sedang nanti tak tentu "nanti"

Kenapa hanya ucapkan "ingin"
Pabila tak sudih jalani "ingin"
Padahal "ingin" takkan ada dengan "ingin"

Jangan pernah ungkapkan "mengapa"
Jika memang tak pernah bertanya
Karena "mengapa" hanya ada dengan mersa

Untuk apa lantunkan "andaikan"
Bila "andaikan" hanya hayalan
Atau "andaikan" cumalah sebuah penyesalan

Mungkin ini hanya suatu untaian
Coba renungkan...



KU DENGAR
Ku dengar...
Kata orang dunia sebuah perjalanan
Maka jalan mana yang terus lurus
Sedang shirotpun datar, naik dan turun
Lalu mengapa harus berduka
Bila mesti lewati banyak gunung
Andai harus lalui panasnya gurun
Jika itu jalan tuk kesana

Ku dengar jua...
Katanya dunia adalah persinggahan
Maka persinggahan mana yang selamanya
Nyatanya duniapun kan musnah, binasa
Lalu mengapa harus terlarut resah, gelisah
Terbuai canda, tawa
Kala keadaan tak sehasrat hati
Ketika keindahan harus pergi
Saat kebahagiaan mengisi hari
Sedang kecewa, canda dan tawa jua sementara
Karena nanti resah itu kan tiada
Sebab esok senyum itu kan segera tiba



TAK USAH SAKITI DIRIMU
Jika yang menari-nari bukan milikmu
Tak usah sakiti dirimu
Jika setangkai cempaka yang kau miliki
Tak usah menderita oleh mawar mewangi

Coba bercanda dengan nurani
Ia selalu menjerit
Ia selalu menangis
Tersiksa ketika kau ingin jadi mereka

Berteman dengan ikan di pantai
Yang tak ingin duduk di istana megah
Tak ingin sayap burung-burung kasturi
Damai bersama lautan tempat ia bermimpi
Tak usah sakiti dirimu


BISIKAN PENA
Sesaat pena yang tak bermulut nerbisik...
Andai mereka menyelam kedasar lautan
Melihat betapa ikan-ikan kecil berenang menerjang derasnya arus
Andai mereka mendaki tingginya puncak
Menatap betapa burung-burung pipit terbang menghantam hembusan angin
Lalu...
Mengapa mesti ada keluh
Mengapa harus rapuh
Andai aku mampu berkata...
Hidup bukan dalam tempurung
Hidup bukan di seluas samudera
Hidup adalah pena
Dan, andai aku boleh bertanya...
Bukankah tetes air mampu menembus kerasnya batu
Namun aku hanyalah pena
Cuma sebuah pena



Nol …
Kosong...
Ku cari indahnya kemegahan tak ku temukan
Sepi...
Ku cari asyiknya keramaian tak ku rasakan
Bohong...
Ternyata kesenangan bersemayam di gubuk reot
Ditemani pijar yang penuh ketulusan
Ternyata keasyikan tertata di lembah-lembah gunung
Dihibur kicau burung yang berisi kejujuran
Seandainya mereka tahu…
Disana bersembunyi wajah-wajah bertopeng
Disana bersenandung irama mainan lidah
Masihkah mereka berkata "inilah kebahagiaan"



MENCARI ARTI
"Sekali berludah tak kan ku jilat lagi", katanya...
Ikan kecil tapi pandai berenang
Manusia pintar tapi kadang terbawa angan
Walau guung tinggi menjulang
Tapi ia tak dapat merangkul rembulan
Rumput memang tak seindah mawar
Tapi sedikitpun ia tak pernah berkeluh nsesal
Cinta indah tapi penuh tragedi
Hidup indah tapi penuh teka-teki
Seisi mata, sungguh satupun tak ada yang sempurna
Kendati mereka berteriak seakan hanya mereka
Jika semua ini menyimpan sebuah arti
Apalah artinya aku, dia, dan mereka itu?



TERJATUH
Bukan digelap malam...
Aku terjatuh
Hanya kerikil bukan gundukan batu
Coba berlari dengan kencang...
Aku terjatuh
Bukan karang di lautan
Mungkin hanya pasir di pantai
Berdiri berjalan begitu pelan...
Akupun terjatuh
Bukan salah siapa, salahku



MIMPI INDAH
Hampir saja aku berlari
Dengan selaksa duri dan belati
Lari jauh tuk sembunyi
Karena terus dikejar mimpi
Yach.., mimpi yang indah
Penuh senyum tebar pesona
Hingga aku tak kuasa diri
Namun saat ku terjaga diwaktu pagi
Ia menghilang tanpa risalah
Sampai mentari kan menutup wajah
Sungguh.., seakan aku selalu ingin tertidur
Tapi mengapa aku harus takut, pengecut?
Cuma mimpi indah bukan realita



TAK BENAR KUHENTIKAN LANGKAH INI
Lelah aku berjalan..
Namun tak benar kuhentikan langkah ini
Lelah aku menatap..
Namun tak benar kupejamkan mata ini
Lealah aku mendengar..
Namuntak benar ku tutup telinga ini
Lelah diriku..
Namun tak benar aku diam pun tidur

Aku Tanya mereka
Mereka berkata, mereka pun lelah
Aku Tanya, kenapa tak berhenti?
Mereka jawab, berhenti tak benar
Ternyata mereka pun jua sama

Tak seorang pun yang suka akan derita
Tapi siapa yang bisa cipta bahagia
Tak ada yang sudi tuk menangis
Tapi siapa yang bisa buat ketawa

Lelah aku sengsara
Lelah aku tertatih
Lelah aku bersedih
Namun tak benar aku mengeluh, meratapi



ABDUL ..
Hei, Abdul ..
Kau bilang kau tak suka suara ini
Aku bilang, buat lagu sendiri
Memangnya kau siapa?
Bisa apa?

Kau bilang kau tak suka alur cerita ini
Aku bilang, buat cerita sendiri
Memangnya kau siapa?
Bisa apa?

Kau bilang kau tak suka bait puisi ini
Aku bilang, buat puisi sendiri
Memangnya kau siapa?
Bisa apa?

Abdul .., Abdul ..
Sudahlah jangan banyak tingkah
Dengarkan, ikuti dan hayati saja
Memangnya kau siapa?
Bisa apa?



JANGAN BEGITU..!
Ramai-ramai orang memujiku
Katanya, ada yang lebih padaku
Ramai-ramai orang mengejekku
Katanya, ada yang kurang padaku
Aku bilang, jangan begitu ..!
Bertanyalah dulu padaku
Baru setelah itu, katakanlah tentangku
Sebab kalian tak lebih tahu dariku

Ramai-ramai orang menanyaiku
Katanya, aku banyak tahu
Ramai-ramai orang memintaiku
Katanya, aku banyak punya
Aku bilang, jangan begitu ..!
Bekerjalah sendiri dulu
Baru setelah itu, datanglah padaku
Sebab kalian tak lebih rendah dariku

Ramai-ramai orang menyalahkanku
Katanya ada yang keliru dariku
Ramai-ramai orang menuntutku
Katanya, ada yang tak bijak dariku
Aku bilang, jangan begitu ..!
Koreksi lagilah dulu
Baru setelah itu, adili diriku
Sebab kalian tak tentu lebih benar dariku



KAPAN KAU KAN BERTERIMA KASIH?
Jika pahit kau mual, kau muntahkan
Jika manis kau serakah kekurangan
Jika sendiri kau sedih sesungutan
Jika diberi teman kau marah kebisingan
Lalu kapan kau kan berterima kasih?

Jika panas kau menggerutu takut sakit
Jika hujan kau cari tempat panas
Jika siang kau rindukan rembulan
Jika malam gelap kau ingin segera siang
Lau kapan kau kan berterima kasih?

Jika dimanja kau ingin mandiri
Jika dibiarkan kau minta dikasih
Jika diberi upah kau kata tak mau pamrih
Jika tak digaji kau menagih
Lalu kapan kau kan berterima kasih?



ITU UTUSAN UNTUKKMU
Kalau kau diberi sangsi
Kau bialang kau dibenci
Padahal itu utusan untukmu

Kalau tak ada angin tak ada hujan kau dibuat menangis
Kau bilang kau dibenci
Padahal itu utusan untukmu

Kalau susah-payamu seakan tak dihargai
Kau bilang kau dibenci
Padahal itu utusan untukmu

Kalau kau selalu dituruti
Kau bilang kau dicinta
Padahal itu utusan untukmu

Kalau kerjamu diberi upah
Kau bilang kau dicinta
Padahal itu utusan untukmu

Kalau jalanmu lurus-mulus
Kau bilang kau dicinta
Padahal itu utusan untukmu



KAU HANYA MENEMANI SAJA
Mereka mengata-ngataimu goblok
Padahal mereka disana itu tuh yang goblok
Kau kan hanya menemani saja

Mereka mengata-ngataimu gila
Padahal mereka disana itu tuh yang gila
Kau kan hanya menemani saja

Mereka mengata-ngataimu gini-gitu
Padahal mereka disana itu tuh yang gini-gitu
Kau kan hanya menemani saja

Mereka mengata-ngataimu kesini-kesitu
Padahal mereka disana itu tuh yang kesini-kesitu
Kau kan hanya menemani saja

Aku tak mau ikut-ikutan
Kau kan tak salah
Aku disini saja
Kau kan tak kemana-mana



BENARKAH KATA MEREKA
Betulkah katanya, hanya ada derita disana
Aku coba berlari ke pantai ...
Temani pasir yang kesepian
Menyelam kedasar lautan, cari mutiara impian
Menyenangkan ...
Banyak keindahan hingga aku tak sadar
Meski tuk kesana mesti kedinginan oleh air luas menghampar
Hangatkan nurani menembus arus yang memaksaku tuk keluar

Aku sengaja berjalan ke lereng gunung ...
Dengarkan burung yang berkicauan
Daki tingginya puncak, tatap keindahan dari ketinggian
Kendati tuk kesana harus kehausan, kelelahan
Kuatkan hati melawan kencangnya angin yang menggetarkan

Dan ...
Semua haus, semua lelah sirna terkubur bahagia
Basah keringat kering sudah tertiup semilir angin
Musnahlah semua kebimbangan bersama kedamaian disana

Telah kutemukan, tak benar kata mereka…
Sebab disana tersimpan ribuan, juataan bahkan tak tak tahu berepa banyak kesenangan
Yach... Kesenangan bagi para penderita, para penyengsara



BETAPA TIDAK
Berjalan aku menatap bintang
Air mataku menetes
Bulan sabit tertutup hitam kelam
Betapa tidak..
Cahayaku seberkas sinar suram
Sedang silau mentari telah aku rasakan

Coba duduk-duduk diam
Aku menjerit
Mahkotaku dimakan rayap-rayap
Betapa tidak..
Mutiara berkilau telah dititipkan
Tapi aku simpan di sumur kering berlumut

Terbang aku ke langit biru
Aku tertegun
Kakiku hanya tersandung kerikil
Betapa tidak..
Aku punya tongkat dan sayap
Namun aku menata rapi dipeti besi



BUTA TULI
Sungguh mataku buta
Hanya mampu tatap bayangan
Sedang kenyataan di hadapan
Sungguh telingaku tuli
Cuma mampu dengarkan bisik angin
Sedang riuh senandung di sekeliling
Darul baqa' itulah kenyataannya
Ayat-ayat-Mu itulah senandungnya



TAK KENAL
Berontakku kala matahari tundukkan aku
Senyumku saat semilir mengundang tawaku
Mengapa...?
Aku tak mengenal siapa aku
Aku tak mengerti akan diriku

Angin yang ingin aku genggam
Rembulan yang ingin aku rangkul
Aku agung dengan tarian puja-puji
Aku muak dengan semua caci-maki

Pantas...
Jika mataku sinis
Jika hatiku egois
Jika jiwaku materialis



JALANKU
Cukup lama aku tertatih
Ku hampir tak berdaya
Tujuanku masih jauh
Baru satu pos aku lalui
Sejenak aku menoleh ke belakang…
Nampak begitu banyak bekas telapak kakiku

Aku masih tetap berjalan
Ku lihat ke bawah, tanah yang kuinjak basah oleh peluh
Aku merenung..
Tetes keringatku kian banyak, tapi kenapa kelopak bunga tak jua mekar

Pos itu kini kian dekat
Mengapa langkahku masih kesana-kemari?
Aku memandang jauh ke depan sana ..
Jalan yang kutempuh tak tampak

Letih ..
Kuharus rubah arah
Tapi kemana ..?
Bodoh ..!
Mengapa aku lupa kalau aku punya peta
Jalan lurus ..
Ya.., jalan lurus yang harus kulewati



KUSUT
Jika ku berkata, aku tak tahu benar tidaknya
Saat ku memandang, aku buta tak tahu apa isinya
Aku telah melangkah...
Tapi ku tak menentukan arahnya

Banyak yang berkata
Hidupnya apa kata mereka
Sedang aku tak tahu siapa aku
Tak ku tentukan untuk siapa aku

Selama ini mengapa ku hidup karena mereka
Sedang aku meminta tak pernah mereka memberi
Dikala aku mengadu mereka tak pernah mendengar
Saat aku tersesat mereka tak menunjukkan

Aku ini bodoh...
Aku tahu tapi ku ikut mereka
Aku ini buta...
Kutahu ku harus kemana tapi ku masih berbputar-putar
Betapa anehnya diriku ini
Benarkah yang terungkap selama ini?
Pantaskah dikata manusia?
Jawabnya masih kan ku cari sendiri



SEBELAH MATA
Bukalah kedua mata...
Jangan hanya terus pandangi langit
Walau pelangi, bintang jua rembulan disana
Tanah tak serendah itu
Meski dapat kau injak tanpa kata

Cobalah menunduk...
Hamparan pasir dan kerikil yang setia menemani
Ranting dan dedaunan yang tulus menaungi

Pernahkah terpikirkan...
Kau kehausan karena panas mentari
Sedang kau lepaskan dahaga dengan seteguk air

Mengapa terus mendongak?
Selalu memuja bintang-bintang disana
Padahal kau diterangi sebatang lilin
Sedang kau di bawah
Berdiri di atas rumput yang tak mengeluh
Berteduh di bawah pepohonan yang tak pernah kau sapa
Jangan memandang sebelah mata



TERENDAP
Ketika ku coba bersuara
Tapi penaku tak mampu mengukir bait
Aku menyelam...
Ternyata hatiku terendap dimuara yang begitu dalam
Semuapun hitam kelam

Coba mengisi dengan tinta yang menetes dari awan
Ia kering oleh dekap mentari
Ingin menuang dengan sajak-sajak kenari
Ia pergi terbang jauh tinggi

Terdiam bersama pena yang jatuh
Menanti bisik-bisik angin lalu



Arungi Diri
Jalani seisi mata
Melihat apa yang telah ku pandang
Coba telusuri telingaku
Mencari apa yang telah ku dengar
Ku arungi lidahku
Dengarkan apa yang telah ia ucapkan
Pun, ku selami dalamnya jiwaku
Bertanya apa yang di hasratkan

Hampa...
Tak ku temukan apa-apa
Mataku tak melihat
Telingaku tak mendengar
Mulutku tak pernah berkata
Jiwaku hanya bersulamkan benang kusut

Bangun.., bangun.., bangun...
Berdiri, lihatlah ke atas sana
Hei, bangun...
Hari sudah semakin sore
Mengapa tak jua siapkan pelita
Sedang malam tak lama lagi kan segera tiba



KU RINDU MALAMKU
Malamku indah…
Bintang-bintang bermain mata
Rembulan terdenyum bahagia
Walau awan sedikit tak bersahaja

Malamku indah…
Bibir bergetar enggan berhenti
Hati tertunduk malu berdiri
Meski sajadah kian basah

Malamku indah…
Langit, bumi hanya terpaku
Burung-burung cuma membisu
Malu tuk mengusik yang sedang mengadu

Oh malamku...
Kini seberkas cahaya kian membaur
Bertanda akan datangnya sang raja timur

Malamku indah…
Kuingin segera bertemu kembali
Karena dikedalaman malamku kutemukan mutiara kalbuku



TERSENTAK
Gejolak hati tak mampu kutahan
Bergetar seakan memaksa tuk keluar
Begitu tersentak, menggema lantunan itu

Hapus kegelisahan
Lepas keangkuhan
Lenyapkan keserakahan

Terasa aku hanyalah ilalang
Cuma sebuah kerikil di padang pasir
Tak punya apa-apa
Selamanya tak akan kuasa
Cuma pengemis yang berharap belas kasih-Nya



HARAPAN I
Berlari-lari aku mengejarnya
Kelihatan begitu dekat ia padaku
Tapi, telah ribuan kilo ...
Ribuan langkah ...
Dan tak tahu berapa benyak hembusan nafas
Tak jua kau bertemu

Mungkin pelitaku redup
Telapak kakiku kerap tergelincir
Tongkatku tak kupegang erat
Ragaku jadi istana ulat-ulat tanah
Dihuni ular-ular berbisa
Dan, kotor oleh lumpur
Dibasuh dengan semuara air tuba

Ku paksakan tetap melangkah ...
Mencari danau sejuk mewangi
Karena pakaianku telah penuh bercak
Diriku pun hampir membusuk



HARAPAN II
Sejauh aku memandang
Sejauh aku melangkah
Sejauh aku berhasrat
Sejauh itu jua anganku terbang
Kesana-kemari tak henti

Dulu aku menatap...
Tapi kini tinggal tatapan hampa
Dulu anganku telah melayang tinggi jauh
Sampai kini aku tetap di awang tanpa lesu
Entah sampai kapan aku kan mengambang
Hingga aku kan berpegang pada sebuah tiang

Gerbang keraton telah terbuka di atas sana
Namun aku tak miliki tangga tahta
Kian banyak yang terbang kesana
Tetap saja aku terpaku tak tahu arah

Aku masih terus menatap...
Hingga esok...
Nanti atau kapan...
Kan kutemukan sayap tuk kesana



BUKAN SALAHMU
Kau yang dulu pernah getarkan dunia
Kau yang dulu jadi pujaan manusia
Karena mereka mencintaimu
Tak ingin kau dihina
Itu dulu...
Kini namamu seakan tinggal nama
Kian tenggelam bersama masa
Bukan salahmu tapi salahku
Aku hanya anggukkan kepala tentangmu
Geleng-geleng tuk selalu bersamamu
Bukan salahmu tapi salah dia
Bukankah ikan kan bahagia berada di lautan
Walau daratan tanpa ombak dan gelombang
Burungpun lebih senang hidup didalam sebuah hutan
Meski dikota berjuta sangkar kemewahan
Tapi dia...
Dia senang diam di gubuk reot bertopengkan istana
Padahal sekejap lagi kan roboh, dan aku didalamnya
kamisuka kebohongan dari pada kejujuran tentangku
Aneh...
Bukan salahmu, bukan aibmu
Dialah yang salah, akulah yang hina
"al-Islamu ya'lu wala yu'la alaih"



BELENGGU MULIA
Lihatlah disana...
Ahli neraka yang tertawa bermanja
Menolehlah kesana...
Ahli neraka yang menari dan bernyanyi

Namun disini...
Ahli surga hanya diam menatap
Membelenggu diri...
Tanpa dikelilingi para penari
Jua tanpa irama petikan dawai kecapi

Luruskan pandangan biarkan angan menerawang
Hanya kalimat-kalimat agung yang berkumandang
Hanya desah-desah tasbih yang terdengar
Laksana rintik hujan dikemarau
Sesekali, memanggil mereka yang disana
Seakan ingin berbagi cerita

Sungguh, ini hanya kuasa bagi dada-dada yang lapang
Karena sebuah tongkat mereka rela jalani
Kadang harus merintih dalam senyum
Menangis dalam tawa
Dan resah dalam canda

Hei, yang disana..!
Tahukah kau apa yang ada pada relung hatinya?
Demi mahligai mereka pejamkan perasaan
Pendam jutaan hasrat dan keinginan
Karena esok mereka tak ingin buta
Dan esok mereka tak ingin nestapa

Sungguh, ini perjuangan oleh jiwa-jiwa yang terang
Perjuangan bersenjatakan islam dan iman
"ad-Dunya sijnul mukmin wa jannatul kafir"



AKU TIDAK SEDANG BERPUISI
Dengarkan.., aku tidak sedang berpuisi
Ini teriakan ilalang yang diterpa badai
Ini kesedihan ikan yang terdampar di pantai
Yang ku katakana terbitnya mentari pagi
Yang ku ungkapkan siang kan berganti malam

Hei, dengarkan.., aku tidak sedang berpuisi
Ini suara isakan sisa tsunami
Ini puing-puing tangis bayi yang digonjang gempa bumi
Ini jerit keluarga yang rumahnya direnggut lumpur
panas tak kunjung henti
Dan pak.., benarkah kau anak negeri kami?

Mohon dengarkan.., aku tidak sedang berpuisi
Ini bukan suara, bukan jeritan tapi perasaan
Akankah terus kau injak orang tua yang
mampu memberi makan
Akankah terus tak kau hiraukan anak miskin yang
tak punya sekolahan
Dan pak.., tidakkah kau kan kembali kelahad
sama seperti kami?

Ini bukan suara, bukan jeritan dan perasaan tapi iman
Akankah terus kau singkirkan panglima-panglima kebenaran
Akankah kau biarkan manusia-manusia telanjang
Akankah terus kau bangun tempat-tempat syetan
Dan pak.., kami manusia bukan binatang!



SESAL-JERIT KAMI
Berharap...
Memuji...
Inilah kami yang berdiam dibawah pohon ber-rayap
Kadang harapan itu lenyap
Sebab terik mentari masih menyengat
Kadang puji itu datangkan sesal ditiap pembuluh darah
Karena mereka orang-orang terhina

Saat ia roboh...
Kami kira mungkin sengsara kan tiada
Ternyata inipun salah
Sebab yang datang serigala-serigala berbulu domba
Karena mereka bajingan bertopeng bijaksana
Kami tahu.., mestinya kami yang berdiri
Bukan mereka-mereka yang tak tahu diri
Bukan mereka yang selalu menabur duri
Jua bukan mereka yang ingin jadi penguasa muka bumi

Menyedihkan...
Kamimhanya semut-semut kecil
Yang teriak kami tak mereka simak
Yang dengan gampang dapat mereka injak

Memilukan...
Kami hanya mampu menjerit
Tak kuasa tuk menggigit
Mereka tak mau mengerti
Melenggak-lenggok semau diri
Tak sadar kalau bumi bukan hanya tuk merka
tapi jua tuk kami



KEMANA
Kemana tetes embun penyejuk kalbu
Perdamaian-perdamaian..!
Syair-syairnya
Mengapa yang berkeliaran kecoak-kecoak pemfitnah
Yang ditabu beduk adu domba

Kasih syang-kasih sayang..!
Senandungnya
Mengapa bara api masih menyala
Sirami dengan dengki iri hati

Persatuan-persatuan..!
Bait-baitnya
Mengapa yang di tanam kaktus-kaktus berduri
Berdaunkan mawar melati
Kemana akar pengikat setumpuk kayu itu



LUPA INAGATAN
"Jika esok ku punya segudang ilmu
Tak kan ku biarkan disekelilingku bodoh
Bila nanti ku punya keraton bertahta
Tak kan ku biarkan dibawahku tertindas
Andai kelak ku punya harta melimpah
Tak kan ku biarkan disampingku menderita"

Inilah harapan itu...
Inilah angan-angan itu...
Inilah cita-cita itu...

Kini malam telah tiada
Tapi mengapa mentari tak bersinar cerah
Sedang burung-burung ingin keluar berterbangan
Kini gubuk itu telah menjadi istana
Tapi kenapa tak ada pintu
Padahal semut-semut kecil tak ingin terinjak



LEMBAH DURJANA
Senja pagi tak bersahaja
Cuma taburan kekejaman
Sejuk angin tak terasa
Hanya terengap-engap tindas menindas
Sangat mengerikan...
Terpuruk di lembah durjana
Terjatuh kejurang curam yang nista
Terkurung dalam sangkar syetan durhaka
Kemarau berkepanjangan...
Rumput-rumput kering kepanasan
Jangankan berteriak, berbisikpun tak kuasa
Badai dan gaung petir berdiri dihadapan
Semut-semut sembunyi ketakutan
Singapun tak berani tunjukkan taring
Begitu memilukan...



SIRNA DITELAN TAHTA
Ribuan harapan bertaburan dari mulut kemunafikan
Topeng kebajikan terpancar dihadapan halayak insan

Kemana..?
Kemana janji-janji yang indah dulu
Kemana kata-kata yang lembut itu

Sirna..!
Sirna semua kata
Semua janji dan semua rasa
Sirna ditelan tahta

Tahta..
Tahta yang dibangun dengan menghampar kepingan uang di pelosok-pelosok desa
Tahta yang dibuat untuk menginjak rumput-rumput lemah di tanah

Air mata..
Air mata karena rintihan yang tak mapu ditahan, kini meluah
Air mata jeritan tangis bayi kini tak lagi berharga

Bejat..
Bejat begitu bejat tak punya hati nurani
Bejat dan biadab tak punya belas kasih

Hei para bejat..!
Kini kau boleh menari
Boleh tertawa bersama tahta nista
Tapi nanti air mata mereka kan bawamu sirna bersama tahta yang kau puja
Hingga kaulah yang kan menangis tak tahu harus kemana



KETIKA TUK KETIKA
Ketika manusia telah terbawa angan
Pikiran hanya berisi khayal
Ketika hati telah digerogoti amarah
Nafsu yang menjadi raja
Dan, ketika setan-setan berpesta pora

Maka..
Ketika itu bersiaplah akan datngnya bencana
Badai kenistaan, penderitaan dan badai kehancuran
Menggembleng mereka-mereka yang tak mau sadarkan jiwa

Lalu..
Ketika itu jua ka nada telaga air mata
Kan ada kata, mengapa, seandainya, jika saja dan sebagainya

Hei..!
Sebelum ketika itu dating tuntunlah diri seketika
Buatlah bibir hanya berisi sedikit senyuman
Meski menari-nari mahligai keindahan

Hei..!
Butakan mata
Tutup telinga dari bisikan-bisikan palsu
Agar ketika nanti tak ada sesal karena ketika itu



ADA APA..?
Dulu berganti kini, kini menjadi nanti
Kini bukan dulu, tak tentu nanti

Ada apa dengan madu..?
Kenapa manis seakan pahit
Mereka pun enggan padanya

Kenapa jua pada empedu..?
Pekatnya terkikis, pahitnya dilapis
Rasa munafik...
Rasa biadab...
Rasa yang licik...

Kini istana pun hampir runtuh berkeping
Sebab penglima dan perajurit mulai terbuai

Mengapa pula pada diriku..?
Aku tak tahu, oh.. aku tak tahu
Ada apa dan mengapa pada diriku dan semua itu



AKU TAK BEGITU PERCAYA PENA INI
Orang bilang, pena ini tuk ungkap kejujuran
Tapi aku tak yakin pena ini
Kadang saat aku benci, yang ia tulis sayang
Kadang saat aku tak suka, yang ia tulis cinta
Kadang saat aku ketawa, yang ia tulis duka
Kadang saat aku biasa-biasa, yang ia tulis begini-begitu
Aku tak begitu yakin pena ini

Orang bilang, pena ini tuk ungkap kesungguhan
Tapi aku tak yakin pena ini
Kadang gampang sekali ia tulis sabar
Padahal hati begitu sulit
Kadang gampang sekali ia tulis taat
Padahal hati begitu sulit
Kadang gampang sekali ia tulis ikhlas
Padahal hati begitu sulit
Kadang gampang sekali ia tulis ini-itu
Padahal hati begitu sullit jalani
Aku tak begitu yakin pena ini



LEWAT PENA INI AKU BERSALAH
Lewat pena ini aku banyak bersalah
Sebab aku telah berpura
Lewat pena ini aku banyak bersalah
Sebab aku telah mengada-ada

Lewat pena ini aku banyak bersalah
Sebab aku telah mencela
Lewat pena ini aku banyak bersalah
Sebab aku telah membuat masalah
Lewat pena ini aku banyak bersalah
Sebab aku telah mengadu domba

Lewat pena ini aku banyak bersalah
Sebab aku telah merasa
Lewat pena ini aku banyak bersalah
Sebab aku telah mencari puja
Lewat pena ini aku banyak bersalah
Sebab aku telah menggoda
Lewat pena ini aku banyak bersalah
Sebab aku telah menebar asmara

Lewat pena ini aku telah banyak bersalah
Sebab aku telah mencari rupiah
Lewat pena ini aku banyak bersalah
Sebab aku telah membodohi mereka
Lewat pena ini aku banyak bersalah
Sebab aku telah berbuat dosa



LEWAT PENA INI AKU GEMBIRA
Lewat pena ini aku gembira
Karena aku telah katakana apa adanya
Lewat pena ini aku gembira
Karena aku telah agungkan yang mulia
Lewat pena ini aku gembira
Karena aku telah ingatkan yang lupa

Lewat pena ini aku gembira
Karena aku telah tegur yang salah
Lewat pena ini aku gembira
Karena kau telah buka mata yang buta
Lewat pena ini aku gembira
Karena aku telah hibur yang lara

Lewat pena ini aku gembira
Karena kau telah luruskan masalah
Lewat pena ini aku gembira
Karena aku telah lerai pertikaian amarah
Lewat pena ini aku gembira
Karena aku telah berikan tanda

Lewat Pena ini aku gembira
Karena aku telah sampaikan amanah
Lewat pena ini aku gembira
Karena aku telah sedikit berguna



RASA
Kalau badai, petir dikata menakutkan
Kau bisa lebih menakutkan dan mengerikan
Kalau istana dikata megah
Kau bisa lebih indah, luas dan megah
Kalau lubang semut dikata sempit
Kau bisa lebih sempit dan pengap
Kalau goa-goa dikata hampa
Kau bisa lebih sunyi dan hampa
Kalau gula, magu dikata manis
Kau bisa lebih manis dan enak dirasa
Kalau jamu, empedu dikata pahit
Kau bisa lebih pahit dan memualkan
Kalau bunga-bunga dikata harum mewangi
Kau bisa lebih semerbak harum mewangi
Kalau tumpukan sampah dikata busuk
Kau bisa lebih busuk dan menjijikkan
Yah.., begitulah engkau
Terserah bagaimana kami merasa



KHAYAL
Dalam khayal kadang aku begitu tahu
Dalam khayal kadang aku temukan
Dan, dalam khayal kadang aku begitu bodoh dan tolol

Saat aku hadirkan..
Akan ada kau dan aku
Akan ada dia dan mereka
Namun, akhirnya yang ada aku jua

Aku sadar..
Kau dan dia tak ada
Apalagi mereka..!
Yang ada aku dan khayal

Kucuba hadirkan lag ..
Tak ada apa-apa, aku Tanya mengapa
Tak ada apa-apa, aku kata andaikan
Dan, ternyata bukan semua itu

Andai saja..
Kalau saja..
Jika saja..
Ach.., apa sebenarnya arti semua itu..!
Rak perlu aku usut dan cari tahu
Jika ujug-ujungnya jua aku



BUKAN PICISAN
Karena cinta teruntai kata-perkata
Karena luka terukir aksara bermakna
Tak ada yang salah, ia hanya luapan rasa

Bila tak dapat rasakan kata-perkata
Tak perlu sipitkan mata tutup telinga
Kala tak kuasa selami luasnya bait
Tak usah buat samuderanya sempit
Sebab kata-perkata kan tetap bermakna

Mungkin bait milik si pengecut
Si ciut yang sembunyi dibalik selimut
Namun ia bukan kabut
Rabunkan mata dengan rekayasa
Pun bukan mainan lidah
Buai telinga lewat irama
Jua bukan senandung si bibir munafik
Tuk unjuk diri lalu menggigit
Rawutnya apa kata pena
Tak ingkari bisik perasaannya

Tanyakan..!
Andai sajak, aksara pemikat wanita
Adakah ia cerita selain adanya
Pun, andai sajak dikata cuma picisan
Mungkin mereka tak lagi miliki perasaan

AD-DLO'IFY BROMANS
Ad-Dlo’ify Bukanlah Siapa-Siapa..
Dia Hanya Seorang Yang Ingin Mencoba..
So, Selebihnya Terserahlah..
…………………………………………………………..

WARNIG…!
“Saya tidak memberikan idzin kepada siapa saja untuk menggunakan sepatah-duapatah kata yang ada disini untuk sesuatu yang tidak islami. Saya sudah terlalu banyak dosa, jadi tolong jangan ditambah lagi dengan sebab sepatah-duapatah kata disini”.
……………………………………………………………………………………


THE EL-HOBB
Cinta.. Adalah sebuah rasa
Kadang datang dengan tiba-tiba
Kadang juga lenyap dengan begitu saja
Karena cinta kadang pahit-manis terasa

Tak ada cinta yang abadi
Kecuali cinta yang haqiqi
Cinta pada Ilahi
Atau mencintai karena sang Rabbi
Bukan hanya sekedar hasrat manusiawi
Apalagi cuma gejolak syaitani
Tapi karena sadar kalau diri hanyalah seorang abdi

Bersimpuh dan mengertilah lalu luruskan hati
Agar mungkin dengan ini diri akan diampuni
Bersimpuh dan mengadulah lalu pasrahkan diri
Karena mungkin dengan ini diri akan diridloi



TO: SAHABAT
Tak terasa anganpun terus terbang
Bukan gundah jua bukan bimbang
Tentang sebatang lilin menyala tanpa jasa
Ku kenang bukan karena mahkota
Sahabat...
Memang bukan purnama
Mungkin hanya sebuah lentera
Pun bukan derai hujan
Mungkin cuma tetes embun
Aku terjaga...
Dikau berarti kendati bukan permadani
Tulus bukan mawar berduri
Maaf...
Terlalu lama aku ternyenyak
Ku anggap dikau hanyalah mimpi
Tak sempat berikan setitik senyuman
Hingga dapat kau tata rapi dialbum kenangan



AKU CINTA
Cinta..
Akan kuucapkan kata
Hanya sekali ini saja
Takkan kuucapkan lagi
“Aku cinta”

Cinta..
Akan kuungkap rasa
Hanya sekali ini saja
Takkan kuungkapkan lagi
“Aku cinta”

Cinta..
Akan kupilih kasih
Hanya sekali ini saja
Takkan kupilih lagi
“Aku cinta”

Cinta..
Akan kuberikan cinta
Hanya sekali ini saja
Takkan kuberikan lagi
“Aku cinta”

Cinta..
Hanya sekali ini saja
Takkan ada lagi
“Aku cinta”



TENTANG CINTA
Ternyata salah...
Cinta tak seperti yang ku tahu
Tak harus memiliki
Tak pernah dimiliki
Ku tahu saat cinta ada padaku
Saat cinta membakarku dengan kecemburuan
Saat cinta menghanyutku dalam kerinduan

Ternyata salah...
Cinta tak seperti teoriku
Tak perlu ada ketulusan
Tak butuh pengorbanan
Ku tahu saat cinta menyelimutiku
Saat cinta membawaku pada keikhlasan
Saat cinta meminta dariku pembuktian

Ternyata salah...
Cinta tak seperti hasratku
Tak butuh hati nurani, tapi amarah
Tak perlu kesempurnaan jiwa, tapi raga
Ku tahu saat cinta mempercayaiku
Saat cinta menguji kebijakanku
Saat cinta membiarkan aku semauku



TIADA CINTA
Cintaku tiada ditelan pelarian
Cintaku tiada ditelan kejasaan
Cintaku tiada ditelan kesungkanan
Tak ada cinta, yang ada hanya kepura-puraan

Cintaku tiada ditelan rupa
Cintaku tiada ditelan harta
Cintaku tiada ditelan nama
Tak ada cinta, yang ada hanya ke tidak abadian

Cintaku tiada ditelan permintaan
Cintaku tiada ditelan desakan
Cintaku tiada ditelan keadatan
Tak ada cinta, yang ada hanya keterpaksaan

Cintaku tiada ditelan kesepian
Cintaku tiada ditelan pengalaman
Cintaku tiada ditelan pergaulan
Tak ada cinta, yang ada hanya keasik-asikan

Cintaku tiada ditelan pengobralan
Cintaku tiada ditelan kebirahian
Cintaku tiada ditelan kedendaman
Tak ada cinta, yang ada hanya kepuasan



BUAT KAU
Ku pandangi dengan seluruh keikhlasan
Walau goresan pedih dimata
Yang anginpun kadang tak sejukkan aku
Ku pendam dalam ribuan kilo
Agar tak seorang dapat menatap
Karena tak ingin nafas itu terderngar

Kau...
Mohon pergilah
Jangan tampakkan wajah
Jika tak sudi bersama

Kau...
Mohon nyalakan api
Jangan tebar senyum manismu
Andai aku bukan merpati kesayanganmu

Kau...
Mohom sembunyikan purnama dibalik kelam
Jangan bersinar indah
Bila tak ingin terangi malamku

Kau...
Mohon taburlah benih-benih kebencian dihatiku
Jangan goda jiwaku jika tak mampu bahagiakan aku



BAYANG SEMU
Ingin lewatkan kesenduan dengan senyuman
Lupakan keresahan dengan canda-canda
Tak jua pergi..
Tegar bak tugu besi

Kutunggu tetes embun itu..
Mengisi hari-hari dengan syair sang bayu
Tapi, hanya mendung yang selimuti mentari
Bukan rintik hujan yang menyirami

Ku bawa berlari..
Ku bawa pergi..
Tetap saja bayang semu berdiri



TERLANJUR CINTA
Seandainya aku mampu
Kan kubuang kenangan itu
Seandainya aku teguh
Kan kutinggalkan cintaku
Namun cintaku terlalu tulus
Namun hatiku terlalu rapuh

Tak akan pernah bisa
Taka akan pernah kuasa
Bagiku tuk lupakan dirimu
Meski kau menjauh
Walau kau memaksa
Sungguh aku tak bisa
Hilangkan senyuman yang kau berikan

Bila kau ingin tinggalkan aku
Pergilah.., karena hatiku bersamamu
Jika kau ingin jauhi aku
Menjauhlah.., karena cintaku mendekapmu
Selama aku masih miliki cinta
Pun, aku sudah terlanjur cinta



KU SAYANG PADAMU
Meski ragaku jauh darimu
Namun naluriku berada dekat disisimu
Walau seakan tak ada lagi harapan
Namun sulit bagiku tuk hilangkan
Karena kutahu ku sayang padamu

Terlalu indah tuk kulupakan
Teramat dalam aku menyimpan
Cerita kisah kita

Wahai engkau yang disana
Izinkan aku mencintaimu
Walau tanpa jawaban
Meski tanpa balasan
Kurela jalani semua
Karena kutahu ku sayang padamu



YANG TERSEMBUNYI
Jika bintang kan bahagia bersama rembulan
Begitu jua aku...
Di dalam sana sebatang pohon telah rapuh
Hangus dalam kesejukan
Hampir tak berdenyut nadi itu
Tapi coba tetap tersenyum

Aku bertopeng purnama
Sedang mentari menangis
Senyum-senyum kepalsuan
Tawa-tawa kemunafikan
Sembunyi dipekat malam dan awan hitam
Tampakkan mahligai padanya...
Meneteskan darah karena sebilah pedang
Sedang aku membalut dengan canda-canda

Mereka tak tahu
Katanya aku terbang bersama burung-burung disana
Padahal aku terjepit bongkahan-bongkahan batu tebing

Ia tersenyum...
Aku hanya menatap
Aku Cuma terpaku
Mengubur serpihan-serpihan kayu yang hangus terbakar



TERPAKSA
Terpaksa ku pejamkan kedua mata
Ketika panah menembus relung
Berjalan tanpa cahaya
Berlari diatas gelas yang pecah
Terbelenggu pusaran air mata
Terpaksa ku tundukkan kepala
Ketika tak mampu berdiri tegak
Pedih, perih oleh mawar berduri
Sirami dengan air walau harus merintih
Harapkan purnama diwajahku
Terpaksa ku duduk bisu
Ketika kata-kata tak bersenandung
Lidah kalut, akupun teriak
Hilangkan duri-duri yang menancap
Meski darah bercecer di semak-semak
Nyanyianku terpaksa
Bait-baitku terpaksa
Senyumku pun terpaksa
Semua aku terpaksa



CUMA BINGKAI
Tatapan itu tak ingin lari dari cermin kaca
Senyuman itu menari-nari di pelupuk mata
Kata-kata it uterus terngiang bersama angina bisiki telinga
Begitu indah seakan tak kan jadi cerita
Ternyata ku nharus berlari diatas tajamnya kerikil
Jadi penghuni nari-hari yang sepi
Kosong hanya berisi album memory
Sunyi cuma ditemani bingkai yang telah mati
Wahai mawar yang tak berhati...
Andaipun esok ku punya tangan dan kaki
Tak ingin ku musafir bersamamu meski dalam mimpi
Kendati indah jua wangi, kau penuh dengan duri



YANG TERABAIKAN
Tak pernah terpikirkan, "tuk siapa kecewa ini"
Setelah lama terpaku
Serasa lama menunggu
Ternyata aku harus menunduk bisu
Begitu indah gambarkan rasa
Akhirnya akupun merasa

Tak pernah terbersit, "kan ku kubur di mana rasa ini"
Mengapa hanya berikan bayangan tanpa ungkapan
Sedang aku mudah terbuai perasaan
Sampai kapan...
Tertipu oleh bayangan semata

Tak pernah terpintas, "apa kata mereka"
Aku tak mau harapan
Aku ingin kenyataan
Bukan malu yang terpikirkan
Tapi rasa yang terabaikan
Mengapa tak dibiarkan saja rasa itu buta
Mengapa mesti menolah pada kebohongan belaka



TERTUTUP AWAN HITAM
Langit tersenyum cerah hiasi kelopak mata
Pandangan kosong, harapkan datangnya malam bersama rembulan
Bukan dalam angan tapi dalam kenyataan

Meski terbakar terik mentari, kucoba luahkan rasa
Telah kubisikkan semua rasaku
Pun kuungkapkan apa yang terpendam di muaraku
Mengapa lidahmu kalut?
Sedang jasadku hampir hangus terbakar terik

Mungkin aku yang salah
Harapkan rembulan disiang hari
Tapi mengapa aku yang dijadikan mainan malam-malam gelapmu

Rembulan yang indah..!
Mungkin, kini kau tak lagi kegelapan
Atau, sengaja sembunyikan diri dibalik awan

Kau lupa..
Di bawah sana ada yang harapkanmu
Menantikan katamu..
Menunggu jawabmu..



SIA-SIA
Kini aku tahu..
Yang ku sayang kan menghilang
Kini aku sadar..
Yang ku cinta tak selamanya ada

Walau seakan aku mampu tuk temanimu sepanjang waktu
Apalah jua arti jika kau hanya menatapku secepat itu
Walau seakan setiap hembusan nafasku hanya untukmu
Mungkinkah berarti jika kau tak mampu berikan hatimu

Kini aku kesepian..
Kini aku kehilangan..
Kini aku ditinggalkan..

Kini telah kau sia-siakan
Yang mereka sebut ketulusan
Yang mereka anggap kesucian
Walau terkadang tersisip nafsu setan



TERLAMBAT
Telah aku ucapkan
Jua telah ku ungkapkan
Ku perlihatkan rembulan
Duri-duri tajampun ku telan
Tetap saja ku tertunduk
Memaksa ku berlari di gurun gersang
Akupun sembunyi di goa tua
Mengeringkan luka-luka berdarah
Kini pedih tak lagi terasa
Luka itupun tak membekas

Maaf...
Mungkin mawar itu kan tumbuh kembali
Tapi, apakah nanti aku masih mampu berlari



SAJAK DIJANUARI
Sajak dijanuariku mentari diselimuti malam
Sajak dijanuariku cuma remang gerhana bulan
Sajak dijanuariku bintang tertutup kelam

Tak terlintas, sajak dijanuariku kan menatap awang
Tak diharap, sajak dijanuariku teringkuk kenyataan
Tak terbayang, sajak dijanuariku album baru kekecewaan
Sebab kini sajak dijanuariku separuh jiwaku sunyi sepi
Sajak dijanuariku layukan bunga bersemi
Sajak dijanuariku cintaku telah pergi

Andai penantian tak cukup tuk sebuah bukti
Adakah lebih menjenuhkan dari menenti
Andai kesebaran bukan raut ketulusan
Adakah lebih melelahkan dari mengurung keinginan

Namun kini sajak dijanuariku hapus semua arti
Sajak dijanuariku hilangkan semua saksi
Sajak dijanuariku anggap itu tak mengetuk hati



SELAMAT JALAN BINTANGKU
Selamat jalan bintangku..
Tak usah iba karena aku hanya menatapmu dari jauh
Tak usah resah karena esok kau kan pergi bersama siang

Bintangku..
Selamat jalan, ku titipkan hatiku padamu
Dan, biarkan ku jaga sepenggal hatimu

Bintangku..
Jika kau tanyakan ikhlaskah aku?, kan ku jawab belum
Hanya tak mungkin kan ku cegah hadirnya siang
Jika kau tanyakan adakah hasrat tuk bersamamu?, ku jawab iya
Cuma aku tak punya sayap tuk membawamu terbang bersamaku

Bintangku..
Selamat jalan, tetaplah bersinar terang
Dan, biarkan ku melihat langit tempatmu tersenyum

Bintangku..
Bila suatu hari nanti tak kau temukan aku disini, bukan aku lari
Hanya tak ingin mereka mencaci-maki rasa ini
Kau tetap bintangku

Bintangku..
Tataplah aku dari sana bersama hari-harimu
Dan, aku kan menantimu disini bersama hari-hariku
Jangan teteskan air mata, aku tak dapat mengusapnya
Tegarlah, agar aku jua tegar
Selamat jalan bintangku..



DINDA
Lama sudah aku bermimpi
Jauh sudah aku menari-menyanyi
Bersamamu kepakkan sayap-sayap indah

Kita ukir kata..
Disetiap pohon kita bersandar
Kita tulis cerita..
Disepanjang pasir pantai yang kita injak

Dinda..
Pohon itu telah rapuh dimakan rayap
Kata-kata yang kita ukir rusak..
Pasir di pantai iti telah dikikis ombak
Cerita yang kita tulis terhapus lenyap..

Dinda..
Ini bukan salah rayap di pohon itu
Ini bukan salah ombak laut di pantai itu
Kita yang salah mengukir kata dan menulis cerita

Dinda..
Tak perlu ada tangis tak erlu ada duka
Biarlah..
Jika nanti kita diberi kesempatan sekali lagi
Tak usah lagi kita ukir dan tulis lagi disana
Kita peluk dan bawa bersama sepanjang masa